Kasus penyelewengan dana hibah Rp 142 M di Jatim masih gelap
Merdeka.com - Kasus dugaan penyelewengan dana hibah senilai Rp 142 miliar yang diperuntukan untuk Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Timur 2013, masih gelap. Berkas kasus yang melibatkan Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) itu masih berada di meja penyidik Polda Jawa Timur.
Hingga saat ini, pihak Polda Jawa Timur hanya mengatakan sudah ada calon tersangkanya saja. Alasannya, masih menunggu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), untuk memastikan jumlah kerugian negara, akibat dugaan penyelewengan dana tersebut oleh Bawaslu Jawa Timur.
Kabid Humas Polda Jawa Timur, Kombes Awi Setiyono mengatakan, pihaknya sudah mengantongi nama-nama calon tersangka itu. Jumlahnya lebih dari satu orang.
Sayangnya, Awi masih enggan menyebut nama-nama calon tersangka di lingkungan Bawaslu Jawa Timur tersebut. "Nanti saja kalau sudah ditetapkan tersangka, pasti disampaikan ke media," kata mantan Wadirlantas Polda Jawa Timur itu, Sabtu (20/12).
Sedangkan untuk menetapkan calon tersangka menjadi tersangka dalam perkara ini, kata Awi, penyidik harus menunggu hasil audit BPKP terlebih dulu.
"Audit BPKP ini diperlukan untuk menentukan ada atau tidaknya kerugian negara. Setelah ada kepastian (kerugian negara), selanjutnya bisa ditetapkan tersangkanya."
Kembali Awi melanjutkan, nama-nama calon tersangka yang saat ini dikantongi pihak penyidik dari Subdit Pidkor Distreskrimsus itu, merupakan hasil penyidikan, termasuk hasil pemeriksaan terhadap puluhan saksi serta sejumlah barang bukti.
Dalam penyidikan perkara ini, saksi yang sudah dimintai keterangan berasal dari berbagai kalangan. Termasuk para pegawai hingga pejabat di lingkungan Bawaslu. Bahkan, ada beberapa pejabat yang sempat diperiksa berulang kali oleh penyidik.
Pemeriksaan berulang kali tersebut dilakukan karena penyidik ingin menyocokan sejumlah bukti yang ada. Serta, penyocokan terhadap bukti-bukti baru yang terus bermunculan dalam upaya pengusutan perkara ini.
Bukti-bukti yang berhasil ditemukan, di antaranya adalah kwitansi dan beberapa bukti lain tentang penggunaan dana hibah yang nilainya beragam. Mulai dari puluhan juta hingga ratusan juta.
Sambil menunggu hasil audit BPKP keluar, penyidik pun terus berupaya mendalami perkara ini. Termasuk, kemungkinan adanya calon tersangka lain dalam perkara yang menghebohkan tersebut, serta pengusutan dugaan terjadinya tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dijelaskan Awi, dugaan pencucian uang dilakukan dalam upaya penyelewengan sisa dana hibah yang mencapai Rp 1,6 miliar, serta ada pos-pos anggaran lain yang diduga juga dimainkan.
"Kerugian negara akibat penyelewengan anggaran ini, ditaksir mencapai Rp 3,5 miliar, dari total anggaran senilai Rp 142 miliar yang dikucurkan pemerintah dari anggaran APBD," katanya.
Awi juga berharap, kasus dugaan korupsi di lingkungan Bawaslu Jawa Timur ini, segera selesai dan tidak tersendat seperti kasus-kasus korupsi lain.
Sebab, meski pihak penyidik mencurigai adanya penyelewengan, jika hasil audit BPKP tak kunjung keluar atau hasilnya nihil, kasus tersebut dipastikan hanya akan mengotori meja penyidikan saja.
"Yang jelas kita serius menangani kasus ini, tidak berusaha mengolor-olor. Kita tetap akan menunggu hasil audit BPKP. Calon tersangka sudah ada," pungkas Awi.
Hingga saat ini, pihak Polda Jawa Timur hanya mengatakan sudah ada calon tersangkanya saja. Alasannya, masih menunggu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), untuk memastikan jumlah kerugian negara, akibat dugaan penyelewengan dana tersebut oleh Bawaslu Jawa Timur.
Kabid Humas Polda Jawa Timur, Kombes Awi Setiyono mengatakan, pihaknya sudah mengantongi nama-nama calon tersangka itu. Jumlahnya lebih dari satu orang.
Sayangnya, Awi masih enggan menyebut nama-nama calon tersangka di lingkungan Bawaslu Jawa Timur tersebut. "Nanti saja kalau sudah ditetapkan tersangka, pasti disampaikan ke media," kata mantan Wadirlantas Polda Jawa Timur itu, Sabtu (20/12).
Sedangkan untuk menetapkan calon tersangka menjadi tersangka dalam perkara ini, kata Awi, penyidik harus menunggu hasil audit BPKP terlebih dulu.
"Audit BPKP ini diperlukan untuk menentukan ada atau tidaknya kerugian negara. Setelah ada kepastian (kerugian negara), selanjutnya bisa ditetapkan tersangkanya."
Kembali Awi melanjutkan, nama-nama calon tersangka yang saat ini dikantongi pihak penyidik dari Subdit Pidkor Distreskrimsus itu, merupakan hasil penyidikan, termasuk hasil pemeriksaan terhadap puluhan saksi serta sejumlah barang bukti.
Dalam penyidikan perkara ini, saksi yang sudah dimintai keterangan berasal dari berbagai kalangan. Termasuk para pegawai hingga pejabat di lingkungan Bawaslu. Bahkan, ada beberapa pejabat yang sempat diperiksa berulang kali oleh penyidik.
Pemeriksaan berulang kali tersebut dilakukan karena penyidik ingin menyocokan sejumlah bukti yang ada. Serta, penyocokan terhadap bukti-bukti baru yang terus bermunculan dalam upaya pengusutan perkara ini.
Bukti-bukti yang berhasil ditemukan, di antaranya adalah kwitansi dan beberapa bukti lain tentang penggunaan dana hibah yang nilainya beragam. Mulai dari puluhan juta hingga ratusan juta.
Sambil menunggu hasil audit BPKP keluar, penyidik pun terus berupaya mendalami perkara ini. Termasuk, kemungkinan adanya calon tersangka lain dalam perkara yang menghebohkan tersebut, serta pengusutan dugaan terjadinya tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dijelaskan Awi, dugaan pencucian uang dilakukan dalam upaya penyelewengan sisa dana hibah yang mencapai Rp 1,6 miliar, serta ada pos-pos anggaran lain yang diduga juga dimainkan.
"Kerugian negara akibat penyelewengan anggaran ini, ditaksir mencapai Rp 3,5 miliar, dari total anggaran senilai Rp 142 miliar yang dikucurkan pemerintah dari anggaran APBD," katanya.
Awi juga berharap, kasus dugaan korupsi di lingkungan Bawaslu Jawa Timur ini, segera selesai dan tidak tersendat seperti kasus-kasus korupsi lain.
Sebab, meski pihak penyidik mencurigai adanya penyelewengan, jika hasil audit BPKP tak kunjung keluar atau hasilnya nihil, kasus tersebut dipastikan hanya akan mengotori meja penyidikan saja.
"Yang jelas kita serius menangani kasus ini, tidak berusaha mengolor-olor. Kita tetap akan menunggu hasil audit BPKP. Calon tersangka sudah ada," pungkas Awi.
Sumber : http://www.merdeka.com/peristiwa/kasus-penyelewe ngan-dana-hibah-rp-142-m-di-jatim-masih-gelap.html
Pembahasan :
Artikel diatas menunjukan pelanggaran etika akuntansi yang melibatkan Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Timur. Pelanggaran kode etik akuntan tidak hanya berbicara tentang pelanggaran yang dilakukan oleh seorang akuntan, tetatpi juga yang dilakukan oleh seseorang yang memegang pekerjaan dan peran sebagai akuntan meskipun tidak memegang gelar sebagai akuntan. Atikel tersebut menyatakan bahwa Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Timur menyelewengkan dana hibah sebesar Rp 142 M yang diperuntukan untuk pemilihan Gubernur (pilgub) Jawa Timur 2013.
1. Tanggung Jawab Profesi
Sebagai lembaga atau badan pengawas pemilu tidak menjalankan tugasnya dengan baik dan menyelewengkan kepercayaan yang diberikan masyarakat dan pemerintah.
2. Kepentingan Publik
Penyelewengan yang dilakukan oleh Bawaslu adalah bukan untuk kepentingan publik melainkan untuk kepentingan dirinya sendiri.
3. Integritas
Bawaslu tidak memiliki integritas dalam melakukan perannya sebagai pengawas pemilu dengan menyelewengkan dana yang belum diketahui dipergunakan untuk apa.
4. Objektifitas
Bawaslu tidak memelihara objektifitas dalam melakukan perannya sebagai lembaga pengawasan pemilu, dalam melakukan penyelewengan dana hibah Bawaslu tidak melakukan tugasnya secara adil dan jujur.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian profesional
Penyelewengan dana hibah yang dilakukan oleh Bawaslu dinilai tidak menunjukan kopetensi dan letekunan dalam akuntansi, karena sesuatu yang bersifat kopeten mengahsilkan sesuatu yang baik.
6. Kerahasiaan
Dalam hal kerahasiaan Bawaslu melakukan kerahasiaan yang melanggar kode etik.
7. Perilaku Profesional
Dalam prinsip prilaku profesional Bawaslu tidak berperilaku secara konsisten, Bawaslu menjadi lembaga kepercayaan oleh Negara. seharusnya Bawaslu menjaga kepercayaan yang diberikan dengan tidak melakukan penyelewengan dana hibah dan merugikan negara.
8. Standar teknis
Dapat disimpulkan dari artikel diatas bahwa tidak hanya seorang akuntan publik yang bisa melakukan pelanggaran kode etik, namun karyawan yang memegang peran dibagian akuntansi juga dapat melakukan hal tersebut. Beberapa alasan mungkin dapat kita ambil seperti, ketidaktahuan akan prinsip-prinsip kode etik dikarenakan Fatma kemungkinan bukan dari basis akuntansi sehingga tidak pernah mempelajarinya. Tetapi, semua kasus penggelapan bukan hanya menjadi pelanggaran dalam bidang akuntansi, tetapi secara hukum pun menjadi tindakan kriminal. Maka, saya menyarankan untuk semua pihak baik yang memiliki gelar akuntan maupun tidak untuk selalu bersikap jujur dan berhati hati.
Pembahasan :
Artikel diatas menunjukan pelanggaran etika akuntansi yang melibatkan Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Timur. Pelanggaran kode etik akuntan tidak hanya berbicara tentang pelanggaran yang dilakukan oleh seorang akuntan, tetatpi juga yang dilakukan oleh seseorang yang memegang pekerjaan dan peran sebagai akuntan meskipun tidak memegang gelar sebagai akuntan. Atikel tersebut menyatakan bahwa Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Timur menyelewengkan dana hibah sebesar Rp 142 M yang diperuntukan untuk pemilihan Gubernur (pilgub) Jawa Timur 2013.
1. Tanggung Jawab Profesi
Sebagai lembaga atau badan pengawas pemilu tidak menjalankan tugasnya dengan baik dan menyelewengkan kepercayaan yang diberikan masyarakat dan pemerintah.
2. Kepentingan Publik
Penyelewengan yang dilakukan oleh Bawaslu adalah bukan untuk kepentingan publik melainkan untuk kepentingan dirinya sendiri.
3. Integritas
Bawaslu tidak memiliki integritas dalam melakukan perannya sebagai pengawas pemilu dengan menyelewengkan dana yang belum diketahui dipergunakan untuk apa.
4. Objektifitas
Bawaslu tidak memelihara objektifitas dalam melakukan perannya sebagai lembaga pengawasan pemilu, dalam melakukan penyelewengan dana hibah Bawaslu tidak melakukan tugasnya secara adil dan jujur.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian profesional
Penyelewengan dana hibah yang dilakukan oleh Bawaslu dinilai tidak menunjukan kopetensi dan letekunan dalam akuntansi, karena sesuatu yang bersifat kopeten mengahsilkan sesuatu yang baik.
6. Kerahasiaan
Dalam hal kerahasiaan Bawaslu melakukan kerahasiaan yang melanggar kode etik.
7. Perilaku Profesional
Dalam prinsip prilaku profesional Bawaslu tidak berperilaku secara konsisten, Bawaslu menjadi lembaga kepercayaan oleh Negara. seharusnya Bawaslu menjaga kepercayaan yang diberikan dengan tidak melakukan penyelewengan dana hibah dan merugikan negara.
8. Standar teknis
Dapat disimpulkan dari artikel diatas bahwa tidak hanya seorang akuntan publik yang bisa melakukan pelanggaran kode etik, namun karyawan yang memegang peran dibagian akuntansi juga dapat melakukan hal tersebut. Beberapa alasan mungkin dapat kita ambil seperti, ketidaktahuan akan prinsip-prinsip kode etik dikarenakan Fatma kemungkinan bukan dari basis akuntansi sehingga tidak pernah mempelajarinya. Tetapi, semua kasus penggelapan bukan hanya menjadi pelanggaran dalam bidang akuntansi, tetapi secara hukum pun menjadi tindakan kriminal. Maka, saya menyarankan untuk semua pihak baik yang memiliki gelar akuntan maupun tidak untuk selalu bersikap jujur dan berhati hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar