Sabtu, 17 Maret 2012

Sistem Perekonomian Indonesia Minggu ke 2

SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA

1. Perkembangan Sistem Ekonomi Sebelum Masa Orde Baru

a. Masa Penjajahan
Saat masih dalam penjajahan, perekonomian Indonesia dikuasai oleh negara asing(penjajah). Saat masa penjajahan Belanda, VOC didirikan untuk memonopoli perdagangan di Indonesia. VOC memiliki Hak Octrooi, yang berisi :

a. Hak mencetak uang
b.Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai
c.Hak menyatakan perang dan damai
d.Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
e.Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja

Oleh karena itu, pada saat Belanda menjajah Indonesia, perekonomian Indonesia dikuasai Belanda sepenuhnya.

b. Orde Lama
Setelah Kemerdekaan kondisi perekonomian Indonesia sangat buruk, terjadi inflasi yang sangat tinggi karena ada 3 mata uang yang berlaku di Indonesia.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
a. Program Pinjaman Nasional, Mentri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP melakukan pinjaman ke negara lain pada bulan Juli 1946.

b. Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mengadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.

c. Konferensi Ekonomi pada Februari 1946 dengan tujuan memperoleh kesepakatan dalam menanggulangi masalah – masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.

d. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) pada 19 Januari 1947

e. Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) pada tahun 1948 dengan cara mengalihkan individu bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.

f. Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik.

- Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Pada masa ini, sistem politik dan sistem ekonomi Indonesia menggunakan prinsip – prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar, padahal pada kenyataannya pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi saat itu, antara lain :
a. Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai mata uang (sanering) untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.

b. Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan semangat berwirausaha para pengusaha pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya kepada importir pribumi serta memberikan kredit pada pengusaha pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.

c. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.

d. Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) , yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha Cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan kepada pengusaha pribumi. Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi pengusaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.

e. Pembatalan sepihak atas hasil perjanjian KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha – pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan – perusahaan tersebut.

- Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (semuanya diatur oleh pemerintah). Sistem ini diharapkan dapat membawa Indonesia pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia. Kebijakan – kebijakan tersebut antara lain :
a. Devaluasi -> pada 25 Agustus 1959 pemerintah menurunkan nilai uang sebagai berikut : uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50,00; uang kertas pecahan Rp 1.000,00 menjadi Rp 100,00; dan semua simpanan di bank yang melebihi Rp 25.000,00 dibekukan.

b. Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang – barang naik 400%.

c. Devaluasi -> pada 13 Desember 1965 pemerintah menjadikan uang senilai Rp 1.000,00 menjadi Rp 1,00 sehingga uang Rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang Rupiah lama, tetapi di masyarakat uang Rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya, pada masa ini banyak proyek – proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat.

2. Perkembangan sistem ekonomi indonesia setelah orde baru
Setelah orde baru mulai dilaksanakannya sistem ekonomi yang di inginkan oleh rakyat indonesia. Setelah begitu sulit melalui masa penuh tantangan. Dan pada akhirnya para wakil rakyat kita sepakat kembali menempatkan sistem ekonomi kita pada nilai yang tercantum dalam UUD 1945. Kegiatan ekonomi selanjutnya didasarkan pada acuan sistem demokrasi ekonomi dan sistem ekonomi pancasila.
Dilakukan serangkaian rehabilitasi pada awal orde baru yahg ditujukan untuk :

1. Membersihkan segala aspek kehidupan dari sisa faham dan sistem perekonomian yang lama
2. Menurunkan dana mengendalikan laju inflasi yang saat itu sangat tinggi.
Berdasarkan pada sumber yang dapat di percaya tercata bahwa :
Tingkat inflasi tahun 1966 sebesar 650 %
Tingkat inflasi tahun 1967 sebesar 120 %
Tingkat inflasi tahun 1968 sebesar 85 %
Tinngkat inflasi tahun 1969 sbesar 9,9 %
Dari data tersebut menjadi jelas mengapa rencana pembangunan lima tahun pertama (REPELITA 1) baru dimulai pada tahun 1969.



Masa Reformasi
a. Masa Pemerintahan Presiden BJ.

Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver – manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan – kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik.
b. Masa Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid.
Belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia dari keterpurukan padahal ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain : masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah.
c. Masa Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri.
Masalah – masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
1. Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 Milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.

2.Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.

Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.

d. Masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Kebijakan kontroversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan serta bidang – bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial, seperti ribut saat mengantri yang bahkan berujung pada hilangnya nyawa seseorang.
Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undang – undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
Pada pertengahan Bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa hutang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda – agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dengan miskin menajam dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain : pengucuran kredit perbankan ke sektor riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI) sehingga kinerja sektor riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri tetapi di lain pihak, kondisi ekonomi dalam negeri masih kurang kondusif.




Sumber :
http://hanggaryudha.wordpress.com/2011/03/23/bab-2-sejarah-ekonomi-indonesia-dari-orde-lama-hingga-era-reformasi/
http://dewi-susanti13.blogspot.com/2011/02/perkembangan-sistem-ekonomi-indonesia.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar